![]() |
Kekeringan | ilustrasi |
Ketika hujan mulai turun di wilayah tetangga, warga di dua kampung Desa Margaluyu Kecamatan Pancatengah, Kab. Tasikmalaya menggelar salat sunat Istisqa atau salat meminta hujan. Di wilayah selatan Kab. Tasikmalaya itu sudah lima bulan tak dibasuh oleh setitik air yang turun dari langit. Alhasil, warga menderita dengan kekeringan tersebut.
Ketika puncak terik matahari, sedikitnya 500 jamaah memokuskan salat sunat itu di dua lapangan yang berbeda yaitu di Kampung Cipari, tepatnya di lapangan dekat Balai Desa Margaluyu dan di Karees atau Bagian Sungai Cimedang yang mengering yang jaraknya sekita 5 km dari balai desa.
Di lapangan dekat balai desa misalnya, warga yang berasal dari Kampung Kupaamis, Cimomon, Cipari, dan Cidalengo
berangsur-angsur datang ke lapangan. Mereka sudah memenuhi lapangan sejak pukul 11.00 WIB. Layaknya salat sunat di hari raya, semua warga lengkap dengan pakaian ibadah seperti mukena dan baju koko serta sarung, tak lupa membawa sajadah.
Salat pun dimulai jelang adzan duhur atau sekira pukul 11.30 WIB ketika sang surya akan berada tepat di tengah kepala. Tokoh agama H Jamaludin saat itu memimpin dua rakaat salat yang kemudian dilanjutkan dengan ceramah KH Muslih.
Dalam ceramahnya, Muslih menuturkan, krisis air pada tahun ini terbilang cukup panjang. Warga sebagai hamba Tuhan berupaya untuk meminta kepada pemilik hujan agar air yang tertahan di langit segera turun di wilayah mereka. "Warga hese cai, patani teu bisa ngolah sawah, sasatoan oge hese dahar da euweuh deui jukut. Makana urang kudu ikhtiar jeung ngadoa, salah sahijina ku solat ieu," ujarnya.
Mushlih berharap, usai salat hujan segera turun. Dan warga pun harus terus bersabar dan tidak pernah putus berdoa meminta hujan. Pada saat tausyiah tersebut pun, warga ikut memanjatkan doa dengan menitikkan air mata di sana. Usai salat Istisqa, kegiatan tersebut dilanjutkan dengan salat duhur berjamaah. Setelah itu warga saling bersalam-salaman.
Wilayah Pancatengah merupakan salah satu wilayah yang rawan kekeringan. Warga menjerit dengan akibat kemarau yang berkepanjangan tersebut.
Udin (42) warga Kp Cipari sudah beberapa bulan ini harus pergi ke Cinangka untuk mengambil air sekali dalam dua hari. Ia rela mengantri dan menunggu warga yang juga menggantungkan air di Cinanggap karena sumur di rumahnya sudah lama mengering. "Usai salat ini, kami berharap hujan segera turun. Ada pun mendung terjadi, tetapi hujan tidak turun-turun juga," katanya.
Sementara itu, sejak Semptember lalu, warga Cipari misalnya, mereka harus sabar antre mengambil air di sumber air Cipeusar yang jaraknya cukup jauh dari perkampungan warga. Sumber air Cipeusar dinilai merupakan satu-satunya pemasok air yang layak pakai untuk warga.
Di Kp Cinangka, sumur-sumur milik warga yang ada di rumahnya masing-masing sudah kering. Untuk keperluan mandi dan minum juga mencuci warga memanfaatkan sumber air Cinangka yang ada di sudut perkampungan. Dari data lahan puso pun, Kec. Pancatengah berada pada posisi ketiga setelah Rajapolah.(A-183/A-147)*** | Sumber: Pikiran Rakyat
0 Komentar